Malam ini aku sangat bahagia. Aku merasa menjadi orang yang
paling sempurna di dunia ini karena kehadiran Febi di dalam hidupku. Bersamanya aku selalu
menjalani hari-hari yang indah dan berwarna. Dan yang paling membuatku bahagia
adalah karena kutahu dia sangat mencintaiku dengan segala kekuranganku.
Sejenak aku membayangkan kembali suasana tadi sore dimana
bibir hangatnya menyentuh dengan bibirku. Sebuah sensasi luar biasa yang telah
kurasakan. Badanku bergetar hebat saat kurasakan desahan nafasnya lebih dekat,
dan lebih dekat lagi, hingga kami terperangkap ke penjara nafsu yang tak dapat kami
elak lagi.
Tiba-tiba handphone-ku berdering.
“halo sayang? Kamu mau ajak aku jalan lagi? hehe.” sahutku
dengan girang ketika kuangkat telfon itu.
“iya sayang. Aku kangen banget sama kamu. Kamu udah nggak
sibuk?” Astaga! Ternyata yang menelfonku Arin. Aku menggurutu dalam hati karena
sudah salah mengira, terlebih lagi aku telah salah mengajak orang.
“ee..e.. ii.. iiya aku udah gak sibuk lagi kok. Kamu mau
ketemuan jam berapa?” jawabku terbata-bata.
“hmmm... besok kalo aku udah pulang les. Kita ketemuannya di
cafe favorit kita, bisa kan, sayang?”
Akhirnya aku terpaksa menerima ajakan Arin. Sebenarnya aku
sudah tak mau lagi bertemu dengannya tapi ini adalah kesalahanku sendiri, dan
aku mengutuk-ngutuk keras diriku.
@
Dengan langkah yang berat aku memasuki ruangan yang begitu
sangat klasik kurasa. Lampu-lampu oranye yang tidak berubah, derik-derik suara
pintu yang sudah asing kudengar, beriak air akuarium yang lama tak berirama di
telingaku, sebuah ruangan kafe dengan susunan tata ruang yang sangat sederhana
namun tetap saja dapat menggelorakan hatiku yang telah menjadi beku. Ya, ini
adalah kafe dimana aku dan Arin sering bertemu, memadu kasih dan cinta, tertawa
terbahak-bahak ataupun bertengkar hebat. Tapi itu dulu.
Segera kupesan secangkir Cappucino yang sangat aku suka
buatan kafe ini. Sengaja aku datang lebih cepat agar Arin mengira aku juga
sangat rindu dengannya. Agar tidak bosan, aku mengalihkan pikiranku dengan
mendengarkan musik melalui mp3 player handphone-ku.
Sekitar 30 menit, sebuah gerakan yang lembut telah melepas
earphone dari telingaku. Aku tersentak kaget dan berbalik. Senyum bibirnya
menyapaku dengan tenang, dan memelukku serta mencium pipiku dengan mesra.
Seorang wanita berkulit putih dan halus yang terbaluti sweater tipis berwarna
coklat. Rambutnya panjang dan hitam, matanya cantik tak tercela, tubuhnya
anggun dan menawan yang membuat mata lupa cara berpejam. Dialah Arin. Sore ini
dia terlihat sangat cantik. Tetapi wajahnya tak semerona dulu lagi. dia sangat
pucat.
0 komentar:
Posting Komentar